Rabu, 24 Oktober 2012

BARBAR

Ternyata setiap orang bisa menjadi barbar. Kelakuan ini mungkin manifestasi dari insting hewani kita selaku predator di ranah yang paling tinggi. Memakan dan menguasai semuanya. Oleh sebab itu ego kita tumbuh semakin besar seiring perkembangan hidup. Tapi apapun jenis perkembangan yang terjadi, rupanya ego tidak pernah mengecil, terus membesar, yang berbeda mungkin ada yang meledak-ledak dan yang lainnya lebih terkontrol.

Peristiwa tawuran, perkelahian massal, demo anarkis atau main hakim sendiri adalah wujud ego yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak harmonis. Ketika yang menjadi prioritas adalah naluri mempertahankan diri kemudian memproduksi kecurigaan berlebihan atau  jiwa yang ingin menguasai maka sebenarnya kita sedang dalam wujud kebinatangan kita. Pendulum ini bisa berpindah ke arah yang berlawanan -ke arah yang manusiawi- tergantung perubahan di sekelilingnya.
Jika individu atau masyarakat hidup dalam lingkungan yang marjinal, kurang perhatian, terlalu banyak tekanan dan tuntutan, tiap hari berhadapan dengan ancaman, tidak ada respek dari orang lain maka yang diproduksi adalah hal yang sama -untuk menyesuaikan diri. Bagaimana mungkin akan tumbuh subur sikap lemah lembut, bertata krama, positif thinking, kreatif, saling menghargai kalo tempat kita tumbuh begitu tandus? jauh dari nilai-nilai manusiawi? Bisa saja kita kemudian menjadi baik tapi tidak akan bisa menghilangkan perangai bawaan lingkungan tempat kita tumbuh itu.
Kesenjangan sosial berbuah kecemburuan, anarki, apatis. Kemandulan hukum memproduksi kejahatan massal yang tidak ada hukumannya. Tidak menghargai perbedaan akan menghantui kita dengan kecurigaan sepanjang hayat. Lalu damai yang kita idam2kan akan semakin menjauh, karena orang2 yang kita harapkan membawa kedamaian telah berubah pula menjadi barbar - apapun agama dan status sosialnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar